MATERI HUKUM PENGANGKUTAN
1. PENDAHULUAN
Dalam
kehidupan manusia, pengangkutan memegang peranan yang sangat penting.
Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan
memegang peranan yang mutlak, sebab tanpa pengangkutan perusahaan akan
mengalami kesulitan untuk dapat berjalan. Nilai suatu barang tidak hanya
tergantung dari barang itu sendiri, tetapi juga tergantung pada tempat
dimana barang itu berada, sehingga dengan pengangkutan nilai suatu
barang akan meningkat.
2. PENGERTIAN PENGANGKUTAN
Pengangkutan adalah perjanjian
timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau
orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat,
sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan.
Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa pihak dalam perjanjian
pengangkut adalah pengangkut dan pengirim. Sifat dari perjanjian
pengangkutan adalah perjanjian timbal balik, artinya masing-masing pihak
mempunyai kewajiban-kewajiban sendiri-sendiri. Pihak pengangkut
berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari
suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
pengiriman berkewajiban untuk membayar uang angkutan.
3. FUNGSI PENGANGKUTAN
Pada dasarnya fungsi pengangkutan adalah untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.
Jadi dengan pengangkutan maka dapat diadakan perpindahan barang-barang
dari suatu tempat yang dirasa barang itu kurang berguna ketempat dimana
barang –barang tadi dirasakan akan lebih bermanfaat.
1
Perpindahan
barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang lain yang
diselenggarakan dengan pengangkutan tersebut harus dilakukan dengan
memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat ditinggalkan, yaitu harus diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, tidak ada perubahan bentuk tempat dan waktunya.
Menurut Sri Rejeki Hartono bahwa pada dasarnya pengangkutan mempunyai dua nilai kegunaan, yaitu :
a) Kegunaan Tempat ( Place Utility )
Dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tem-
pat, dimana barang tadi dirasakan kurang bermanfaat, ketempat lain yang menye-
babkan barang tadi menjadi lebih bermanfaat.
b) Kegunaan Waktu ( Time Utility )
Dengan adanya pengangkutan berarti dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpin
dahan suatu barang dari suatu tempat ketempat lain dimana barang itu lebih diper
lukan tepat pada waktunya.
4. JENIS PENGANGKUTAN DAN PENGATURANNYA
Dalam dunia perdagangan ada tiga jenis pengangkutan antara lain :
a) Pengangkutan melalui darat yang diatur dalam :
1. KUHD, Buku I, Bab V, Bagian 2 dan 3, mulai pasal 90-98.
2. Peraturan khusus lainnya, misalnya, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992
tentang Perkeretaapian. Dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya.
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi.
b) Pengangkutan melalui laut
Jenis pengangkutan ini diatur dalam :
1. KUHD, Buku II, Bab V tentang Perjanjian Carter Kapal.
2. KUHD, Buku II, Bab V A tentang pengangkutan barang-barang.
3. KUHD, Buku II, Bab VB tentang pengangkutan orang.
4. Peraturan-peraturan khusus lainnya.
2
c) Pengangkutan udara
Jenis pengangkutan udara diatur dalam :
1. S. 1939 Nomor 100 ( Luchtvervoerordonnatie ).
2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan.
3. Peraturan-peraturan khusus lainnya.
5. SIFAT HUKUM PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengangkut dan pengirim sama tinggi atau koordinasi ( geeoordineerd ), tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana kedudukan para pihak tidak sama tinggi atau kedudukan subordinasi gesubordineerd ). Mengenai sifat hukum perjanjian pengangkutan terdapat beberapa pendapat, yaitu :
a) Pelayanan berkala artinya hubungan kerja antara pengirm dan pengangkut tidak
bersifat tetap, hanya kadang kala saja bila pengirim membutuhkan pengangkutan
( tidak terus menerus ), berdasarkan atas ketentuan pasal 1601 KUH Perdata.
b) Pemborongan sifat hukum perjanjian pengangkutan bukan pelayanan berkala te-
tapi pemborongan sebagaimana dimaksud pasal 1601 b KUH Perdata. Pendapat
ini didasarkan atas ketentuan Pasal 1617 KUH Perdata ( Pasal penutup dari bab
VII A tentang pekerjaan pemborongan ).
c) Campuran perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran yakni per-
janjian melakukan pekerjaan ( pelayanan berkala ) dan perjanjian penyimpanan
( bewaargeving ).
Unsur pelayanan berkala ( Pasal 1601 b KUH Perdata ) dan unsur penyimpanan
( Pasal 468 ( 1 ) KUHD ).
6. TERJADINYA PERJANJIAN PENGANGKUTAN
Menurut
sistem hukum Indonesia, pembuatan perjanjian pengangkutan tidak
disyratkan harus tertulis, cukup dengan lisan, asal ada persesuaian
kehendak (konsensus).
3
Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa untuk adanya suatu perjanjian pengangkutan cukup dengan adanya kesepakatan ( konsensus
) diantara para pihak. Dengan kata lain perjanjian pengangkutan
bersifat konsensuil. Dalam praktek sehari-hari, dalam pengangkutan darat
terdapat dokumen yang disebut denga surat muatan ( vracht brief )
seperti dimaksud dalam pasal 90 KUHD. Demikian juga halnya dalam
pengangkutan pengangkutan melalui laut terdapat dokumen konosemen yakni tanda penerimaan barang yang harus diberikan pengangkut kepada pengirim barang.
Dokumen-dokumen tersebut bukan merupakan syarat mutlak tentang adanya
perjanjian pengangkutan. Tidak adanya dokumen tersebut tidak membatalkan
perjanjian pengangkutan yang telah ada ( Pasal 454, 504 dan 90 KUHD ).
Jadi dokumen-dokumen tersebut tidak merupakan unsur dari perjanjian
pengangkutan. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa
perjanjian pengangkutan bersifat konsensuil.
7. KEDUDUKAN PENERIMA
Dalam
perjanjian pengangkutan, termasuk kewajiban pengangkut adalah
menyerahkan barang angkutan kepada penerima. Disini penerima bukan
merupakan pihak yang ada dalam perjanjian pengangkutan tetapi pada
dasarnya dia adalah pihak ketiga yang berkepentingan dalam pengangkutan ( Pasal 1317 KUH Perdata ).
Penerima
bisa terjadi adalah pengirim itu sendiri tetapi mungkin juga orang
lain. Penerima akan berurusan dengan pengangkut apabila ia telah
menerima barang-barang angkutan. Pihak penerima harus membayar ongkos
angkutannya, kecuali ditentukan lain.
Apabila
penerima tidak mau membayar ongkos atau uang angkutnya maka pihak
pengangkut mempunyai hak retensi terhadap barang-barang yang
diangkutnya.
"Sebagai Moderator dalam Acara Workshop Legal Drafting"
0 komentar:
Posting Komentar